BeritaNasional

Jelang Waisak 2569 BE/2025 Sangha Mahayana Indonesia dan MAHASI Gelar Prosesi Ritual

JAKARTA immigrationtoday.id, Menjelang Hari Tri Suci Waisak 2569 BE/2025, ribuan umat Buddha mengikuti prosesi ritual Yufo atau memandikan rupang Pangeran Siddharta Gautama yang diselenggarakan Sangha Mahayana Indonesia (SMI) dan Majelis Mahayana Indonesia (MAHASI) di Balai Samudera, Jakarta, Kamis (1/5/2025).

Mengusung tema “Tingkatkan Pengendalian Diri untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia”, acara ini merupakan rangkaian peringatan Hari Tri Suci Waisak 2569 BE/2025 yang puncak acaranya dirayakan pada Senin (12/5/2025) mendatang.

Hadir mewakili Menteri Agama, Dirjen Bimas Buddha Kemenag, Drs. Supriyadi, M.Pd., Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Ditjen Bimas Buddha, Nyoman Suriadarma, S.Pd., Persatuan Umat Buddha Indonesia (PERMABUDHI), Anggota DPR-RI Daniel Johan, Sufendi Dharmadi, mewakili Anggota DPR-RI Prof. Dr. Darmadi Durianto, Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta, Kevin Wu, dan Anggota DPRD Kota Tangerang Christian Lois.

Kemudian Ketua Umum SMI, Y.M Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira, Wakil Ketua SMI, Y.M Bhiksu Kusala Phassa Mahasthavira, Bendahara SMI, YM Bhiksuni Guna Sasana Mahasthavira, Sekjen SMI, Y.M Bhiksu Sakya Sugata Sthavira, Wakil Sekjen SMI, YM. Bhiksu Duta Smirti Sthavira dan pengurus SMI lainnya beserta para bhiksu lainnya.

Hadir juga Ketua Umum MAHASI Romo Andi Rojali, Waketum Emil Atmadjaya, Sekjen Sakiya Tiratana, S.Pd., Bendahara Lily Hendrayani, Ivan Halimin, dan pengurus lainnya beserta para tokoh lintas agama, dan tamu undangan lainnya.

Acara diawali dengan ritual prosesi masuk menuju ke panggung yang diiringi Tarian Sekar Puri persembahan Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Maha Prajna. Semua prosesi Waisak berlangsung dengan damai, penuh kekhusyukan, serta nuansa spiritual yang mendalam.

Salah satu prosesi sakral dalam peringatan Hari Tri Suci Waisak adalah pemandian Rupang Pangeran Siddharta Gautama, yang melambangkan peristiwa kelahiran Bodhisattva Siddharta di Taman Lumbini.

Prosesi ini dilakukan dengan menuangkan air atau air bunga secara perlahan ke atas patung kecil (rupang) Siddharta yang berdiri tegak dengan satu tangan menunjuk ke langit dan satu tangan ke bumi simbol bahwa kelahiran Sang Buddha yang membawa misi luhur menuntun makhluk keluar dari penderitaan.

Dalam sambutannya, Ketua Panitia Y.M Bhiksu Duta Ratano Sthavira mengucapkan terima kasih kepada semua umat Buddha yang sangat antusias menghadiri acara. Kemudian kepada sponsor yang telah berpartisipasi untuk mensukeskan acara.

“Yufo merupakan salah satu upaya mempererat persaudaraan umat Buddha di era modern yang penuh tantangan dan dinamika. Yufo hadir sebagai sarana memperkuat ikatan batin umat Buddha,” tuturnya.

Pesan Waisak

Pada momentum Waisak 2569 B.E/2025, Ketua Umum Sangha Mahayana Indonesia (SMI), Y.M. Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira, menyampaikan pesan damai dan pengingat spiritual kepada seluruh umat Buddha dan masyarakat Indonesia.

Y.M Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira, menyampaikan bahwa kemuliaan dan tanda-tanda tiada tara dalam setiap kelahiran Bodhisattva di dunia. Kekuatan tekad agung dan kesempurnaan paramita membawa kelahiran terakhir sebagai Bodhisattva untuk menjadi seorang Buddha.

“Maka pada hari ini, kita semua memandikan Rupang Bayi Sidharta yang kelak akan menjadi Buddha. Setiap Sangha Mahayana Indonesia kembali memperingati kelahiran Bodhisattva, semua umat menyambut dengan suka cita, tentunya hal ini akan senantiasa membangkitkan Bodhicitta yaitu benih Kebuddhaan yang tersirami dengan cinta kasih, welas asih, kebahagiaan dan kebijaksanaan dalam diri kita semua,” tuturnya.

Y.M Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira mengungkapkan, dunia baru saja dunia kehilangan salah satu sosok besar, Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Menurutnya, Paus Fransiskus selalu dalam pikiran, ucapan dan tindakannya berpikir untuk kemanusiaan dan kedamaian dunia. Kepergiannya diiringi oleh banyak burung merpati putih simbol perdamaian.

“Sangha Mahayana Indonesia turut mendoakan Paus Fransiskus mencapai kondisi kebahagiaan tanpa batas,” ucapnya.

Ia mengatakan, konsep Bodhisattva menekankan pada kepentingan orang banyak, kebahagiaan pada semesta, menolong mereka yang hidup dalam penderitaan demi tercapainya pembebasan, menghindari peperangan dan pertumpahan darah.

“Tentunya semua dimulai dari diri sendiri, dimulai dari menjaga pikiran, ucapan dan perbuatan badan Jasmani. Karena dengan pengendalian diri maka kita dapat dan mampu mengontrol diri sendiri. Dengan kondisi batin yang baik dan terjaga, bagaimana mungkin kita mampu menyakiti makhluk lain,” katanya.

Dengan demikian, lanjutnya, perdamaian dunia akan terus terjaga, bila semua melihat orang lain seperti melihat diri sendiri. Menghormati orang lain seperti menghormati para Buddha. Karena dalam Avatamsaka Sutra dikatakan semua makhluk memiliki benih Kebuddhaan.

“Semoga semangat Waisak Tahun ini, semua negara mampu mewujudkan perdamaian daripada peperangan. Semoga semua pemimpin bangsa lebih memikirkan kesejahteraan bangsanya daripada kesejahteraan pribadi dan golongannya. Semoga semua anak jauh lebih berbakti pada orang tua dan gurunya daripada berbakti pada robot dan komputer. Semoga semua Tokoh Agama terus mengajarkan ajaran kedamaian dibanding ujaran kebencian dan permusuhan. Hidup di bawah langit yang sama, menghirup udara yang sama, makan hasil bumi dari tanah yang sama,” paparnya.

Mengakhiri pesan Waisak, ia mengajak semua yang mencintai perdamaian untuk senantiasa menjaga kebersamaan dalam kehidupan ini.

“Marilah jaga kebersamaan dalam kehidupan ini. Selamat Hari Waisak 2025. Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia,” ucap Y.M Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira.

Apresiasi

Dirjen Bimas Buddha Kemenag, Drs. Supriyadi, M.Pd., mewakili Menag Prof. Dr. K.H Nasaruddin Umar mengapresiasi semangat kebersamaan umat Sangha dan Majelis Mahayana Indonesia. Ia berharap pesan acara ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada acara itu juga berlangsung prosesi penyalaan lilin altar, lilin panca warna dan dupa. Semua prosesi berlangsung penuh khidmat dan sarat makna spiritual membawa pesan damai bagi seluruh umat Mahayana.

Usai acara, Ketua Umum DPP MAHASI, Romo Andi Rojali, menyatakan bahwa Waisak merupakan momen pengendalian diri dalam kehidupan sehari-hari. Pengendalian diri merupakan salah satu inti dari ajaran Buddha. Fondasi utama untuk mencapai kedamaian batin, memutus lingkaran penderitaan (dukkha), dan menuju pencerahan (nibbana).

“Waisak adalah momen refleksi untuk memperbaiki batin kita. Dengan mengendalikan pikiran, ucapan, dan tindakan, kita turut serta menciptakan harmoni dan perdamaian, tidak hanya di lingkungan sekitar, tetapi juga dalam skala global,” ujar Romo Andi Rojali.

Waketum DPP MAHASI Emil Atmadjaya, menambahkan, Waisak adalah saat suci untuk kembali menata batin, menumbuhkan welas asih, serta meneguhkan tekad untuk hidup dalam kebijaksanaan dan kedamaian. Pengendalian diri bukan sekadar praktik pribadi, tetapi juga merupakan kunci penting dalam menciptakan tatanan sosial yang rukun dan berkelanjutan.

“Ketika setiap individu mampu mengendalikan diri, menahan amarah, menolak kebencian, dan menjauh dari keserakahan, maka benih-benih konflik akan sirna. Dunia yang damai dimulai dari batin yang damai,” tuturnya didampingi Sekjen DPP MAHASI Sakiya Tiratana, S.Pd.

Semua pengurus SMI dan MAHASI mengajak seluruh umat untuk menjadikan Waisak bukan hanya sebagai perayaan, tetapi sebagai tonggak perubahan diri dan komitmen untuk menebarkan kebajikan di tengah masyarakat Indonesia yang beragam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button